Ada seorang tikus yang ingin mengembara dengan membawa sebuah buntalan. Sejak pagi, Tikus berjalan tanpa henti. Akhirnya, ia merasa lelah. Tikus itu memutuskan untuk beristirahat.
“Sebaiknya aku duduk-duduk sebentar di bawah pohon. Lalu melanjutkan perjalananku, mendaki gunung yang tinggi itu,” gumamnya.
Akan tetapi, angin bertiup semilir. Tikus yang hanya ingin beristirahat, akhirnya malah tertidur lelap. Dalam tidurnya, ia bermimpi. Ia melihat ibunya turun dari langit dengan memakai parasut.
Pada saat yang sama, seekor burung nasar terbang rendah. Ia melihat Tikus yang tidur nyenyak itu. Ia mengira tikus sudah mati. Ia lalu mencengkram si Tikus dan membawanya terbang ke atas gunung. Sang Tikus tetap tertidur lelap.
“Pik…pik…pik..” suara tangisan anak-anak burung Nasar membangunkan si Tikus. Ia sangat terkejut ketika tahu dirinya telah berada di dalam sarang burung nasar di puncak gunung yang tinggi. “Pik…pik…pik,” suara itu berisik sekali.
Tiba-tiba, dari atas kepalanya terdengar suara besar, “Hei, kenapa kalian? Jangan menangis! Lihat! Ibu bawakan seekor tikus lezat untuk kalian!”
Sang Tikus gemetar ketakutan. Namun anak-anak burung Nasar itu tetap menangis gaduh, “Pik…pik…pik”
“Kenapa? Apa kalian tidak lapar? Ayo, jangan menangis! Aduh, berisik! Diamlah!” kata Induk Nasar. Tetapi, anak-anak burung Nasar itu tetap menangis. “Pik…pik…pik…,”
Sang burung nasar akhirnya sadar, “Aaa! Tikus ini masih hidup, ya?!”
Si Tikus gemetar ketakutan. “Hei, Tikus! Ayo pikirkan cara menghentikan tangis anak-anakku! Kalau kau berhasil, kau boleh pergi!” kata induk burung Nasar.
Sang Tikus akhirnya mencoba bermacam-macam gaya dan gerakan untuk menghentikan tangisan anak-anak burung itu. Namun tangisan anak-anak burung itu tidak juga berhenti. Si Tikus kemudian berfikir, “Mungkin anak-anak ini sakit. Apa kau punya obat yang manjur?” Tanya Tikus pada induk Nasar.
“Sakit? Obata pa yang manjur? Apa kau punya?” Tanya Nasar khawatir.
“Wah, obat-obatan milikku ada di dalam buntalanku yang tertinggal di bawah sana!” kata Tikus.
“Oh, baiklah, akan aku ambilkan!” kata induk burung Nasar sambil terbang.
“Ya, sekarang saatnya!” si Tikus siap melarikan diri.
Akan tetapi, induk burung Nasar itu terbang dengan cepat. Dalam sekejap ia sudah kembali membawa buntalan milik si Tikus. Tikus melompat masuk ke dalam celah yang ada di tebing. “Hei! Tunggu!” teriak burung Nasar.
Induk burung mengejar dan berusaha masuk ke dalam celah tempat tikus bersembunyi. Kepala dan lehernya berhasil lolos, sementara badannya menggelepar di luar, terjepit di antara celah yang sempit. Karena badan Tikus itu kecil, ia bisa keluar dari celah yang lainnya.
Apa yang terjadi? Melihat kejadian lucu itu, anak-anak burung Nasar tertawa terpingkal-pingkal. Tikus lalu mengeluarkan sekaleng cokelat dari buntalannya. Ia memberikan satu persatu kepada anak-anak burung Nasar sambil berkata, “Ini obatnya, silakan dimakan!”
Akhirnya, sang induk berhasil mengeluarkan lehernya dari jepitan celah tebing. Ia terheran-heran melihat anak-anaknya sudah berhenti menangis dan sedang tertawa senang.
“Maaf, ya! Saya sudah berbuat tidak baik padamu, Tikus!” katanya.
Sang induk burung Nasar menaikkan si Tikus ke punggungnya dan membawanya terbang melawati gunung dan sungai-sungai. Lalu menurunkannya di sebuah kapal yang sedang berlayar. Kini, sang Tikus bisa mengembara tanpa harus lelah berjalan. Ia pun bisa tidur dengan nyenyak.