KETIKA matahari telah terbit, Tuan Logan pergi ke Kota Barat dengan menunggang seekor kuda coklat yang tegap. Sejak muda Tuan Logan gemar menunggang kuda. Ia juga tinggal di negeri yang aman, sehingga berani melakukan perjalanan seorang diri.
Tuan Logan mengenang masa kecilnya. Dulu, ia punya teman bernama Woody. Mereka sering berlomba memacu kuda menuju bukit di selatan kampung.
Saat dewasa, Tuan Logan menjadi pedagang kain terkaya di Kota Timur. Sementara Tuan Woody pindah ke kota lain dan kemudian menjadi Wali Kota di Kota Barat. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sehingga jarang bertemu.
Kini, Tuan Logan sudah tua dan menyerahkan lima toko kainnya kepada ketiga anaknya. Tuan Logan punya banyak waktu luang dan ia ingin sekali bertemu dengan sahabat masa kecilnya, yaitu Tuan Woody. Maka, hari ini ketika matahari telah terbit, Tuan Logan menunggang kuda seorang diri menuju Kota Barat.
***
Saat petang, Tuan Logan telah sampai ke Kota Barat. Ia menuju sebuah penginapan untuk beristirahat. Sebelum tidur, Tuan Logan duduk meminum kopi di kedai di dekat penginapan. Tuan Logan mendengar orang-orang membicarakan Wali Kota.
“Wali Kota menaikkan pajak. Rakyat akan semakin miskin,” kata seorang pengunjung di kedai.
Tuan Logan sedih mendengar nama sahabatnya disebut sebagai Wali Kota yang menyengsarakan rakyat. Tuan Logan sampai sulit tidur karena memikirkan Tuan Woody. Tuan Logan berjanji dalam hati akan menasihati Tuan Woody bila nanti mereka bertemu.
***
Keesokan harinya, Tuan Logan pergi ke Kantor Wali Kota. Di pos penjagaan, Tuan Logan melapor kepada penjaga.
“Aku Tuan Logan dari Kota Timur. Aku datang ingin bertemu dengan Wali Kota. Kau tahu, Tuan Woody adalah sahabatku,” kata Tuan Logan.
Si penjaga berjalan memasuki Kantor Wali Kota. Tak lama kemudian, si penjaga itu kembali.
“Maaf, Tuan Logan. Tuan Wali Kota mengatakan tidak punya sahabat bernama Logan Hemingway. Maaf, saya harus katakan ini, Tuan Wali Kota menolak bertemu dengan Anda, Tuan Logan,” kata si penjaga.
Tuan Logan meninggalkan Kantor Wali Kota dengan hati sedih. Sekarang ia percaya dengan omongan orang-orang di kedai bahwa Tuan Woody si Wali Kota adalah orang yang sombong.
***
Tuan Logan bersiap untuk pulang. Ketika mendekati pintu gerbang kota, Tuan Logan menghentikan kudanya. Mereka berhenti di depan sebuah restoran. Tuan Logan mencium bau masakan yang sangat digemarinya.
“Hmm, aroma sup kacang merah. Aku harus mampir ke restoran itu,” kata Tuan Logan lalu masuk ke restoran itu dan memesan semangkuk sup kacang merah.
Tak lama kemudian datanglah seorang pelayan membawa semangkuk sup merah untuk Tuan Logan. Pelayan itu seorang lelaki tua, seusia Tuan Logan.
“Silakan, Tuan. Ini sup kacang merah, menu andalan di restoran kami,” kata si pelayan tersenyum ramah.
Tuan Logan terkejut melihat si pelayan. “Maafkan mata tuaku ini. Mungkin dugaanku salah, tetapi apakah benar Anda adalah Tuan Woody?” tanya Tuan Logan.
Si pelayan tua juga terkejut.
“Apakah Anda Tuan Logan Hemingway?” tanya si pelayan.
“Benar. Aku Logan Hemingway dari Kota Timur,” jawab Tuan Logan.
Tuan Logan dan Tuan Woody berjabatan tangan. Ini pertemuan yang mengejutkan.
“Apa yang terjadi denganmu, Tuan Woody? Kau menjadi pelayan restoran?” tanya Tuan Logan.
Si pelayan yang tak lain adalah Tuan Woody lantas bercerita. Ternyata, di usia tuanya, Tuan Woody membuka restoran dan ia sering menemui pengunjung restorannya untuk mengantar makanan layaknya seorang pelayan.
“Jadi, Wali Kota yang sekarang bukan kau, Tuan Woody?” tanya Tuan Logan.
“Aku sudah pensiun, Tuan Logan. Wali Kota yang sekarang memang mirip dengan namaku, tetapi kami berbeda keluarga. Aku Woody Jefferson, sedangkan si Wali Kota itu Woody Hamilton,” kata Tuan Woody.
“Aku lega mendengarnya,” sahut Tuan Logan dan meminta maaf kepada Tuan Woody karena telah berburuk sangka kepada sahabatnya itu.
“Aku membawa sesuatu untukmu, Tuan Woody,” kata Tuan Logan, lalu meletakkan kotak kayu ke meja makan. “Bukalah,” kata Tuan Logan.
Tuan Woody membuka kotak itu. Isinya selembar kain wool berkualitas terbaik. “Oh, terima kasih, sahabatku,” kata Tuan Woody tersenyum senang.
Malam itu Tuan Logan menginap di rumah Tuan Woody. Keesokan harinya, Tuan Logan pamit hendak pulang.
“Tunggulah, suatu hari nanti aku akan mengunjungimu di Kota Timur, Tuan Logan,” kata Tuan Woody berjanji.
“Baiklah, Tuan Woody. Sampai bertemu lagi,” sahut Tuan Logan melambaikan tangan, lalu menepuk punggung kudanya. Kuda itu berjalan riang dan Tuan Logan tersenyum bahagia karena telah bertemu dengan Tuan Woody, sahabatnya.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Sulistiyo Suparno
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Suara Merdeka” Minggu 12 Februari 2017