Pak Tikus menghirup udara kuat-kuat tiga kali. Ia mengerahkan kemampuan hidung kecilnya untuk mencium udara di luar bukit tempat tinggalnya.
“Oh sayang sekali! Baunya seperti akan turun hujan, gumamnya.
Pak Tikus tidak suka hujan. Kalau hujan, jaket bulu beludru miliknya jadi basah semua. Padahal jaket itu mahal harganya. Seluruh liang sarangnya juga akan jadi kotor. Penuh dengan jejak kaki berlumpur dari kakinya sendiri. Hujan akan membuat bukit tikusnya berhari-hari basah.
Tak lama kemudian, langit jadi gelap, lalu titik-titik hujan mulai turun. Rintik-rintik hujan langsung menyegarkan daun-daun dipepohonan. Namun semua tanah menjadi berlumpur dan basah.
Pak Tikus berharap hujan akan berhenti. Namun hujan lebat terus turun, merembes ke dalam liangnya. Air yang mengalir masuk ke sarangnya lalu membentuk sebuah sungai kecil. Lama-kelamaan sungai itu menjadi lebih besar. Airnya mengalir juga semakin deras. Tiba-tiba Pak Tikus terbawa air.
Pak Tikus sangat takut. Ia berusaha untuk tetap terapung. Air hujan telah membawanya menuruni padang rumput, masuk ke hutan. Aliran air itu akhirnya memutar-mutar tubuhnya sehingga ia pening dan sesak napas.
Pak Tikus akhirnya pingsan. Ketika sadar, ia telah berada di antara semak-semak. “Oh, Tuhan menolongku! Untung aku tidak mati tenggelam,” ujarnya sambil keluar dari antara semak.
Akan tetapi, Pak Tikus tidak tahu dimana ia berada sekarang berada. Seperti tikus-tikus lainnya, penglihatannya tidak bisa jauh. Ia betul-betul telah tersesat dan jauh dari rumah. Ia tidak dapat mencium bau-bauan yang biasa tercium olehnya. Semuanya jadi tambah buruk karena hari mulai gelap.
“Woo-oo-oo-oo!” tiba-tiba terdengar teriakan keras. Ketika Pak Tikus menengok, ternyata seekor burung hantu besar.
“Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan berani berada di sini,” kata Burung Hantu itu.
“Oh, seram sekali…” Pak Tikus bergidik takut. Ia lalu menceritakan perjalanannya terbawa arus air. Ia juga tidak tahu jalan untuk pulang.
“Kau harus bicara pada Polly Merpati. Dia seekor merpati yang bersarang di dekat padang rumput di dekat rumahmu. Ikutlah denganku. Tapi kau harus hati-hati pada ular, rubah, dan musang,” kata Burung Hantu.
Mereka kemudian berjalan melewati kegelapan hutan. Mereka berkali-kali mendengar geraman dan desisan yang mengerikan. Pak Tikus berusaha untuk tidak kehilangan jejak si Burung Hantu.
Setelah beberapa saat berjalan, Pak Tikus merasa sangat lelah. Untunglah Burung Hantu berhenti berhenti di sebuah pohon tua.
“Hallo-ooo,” panggil Burung Hantu.
Rupanya Polly Merpati sedang beristirahat di pohon itu. Ia baru saja akan melanjutkan perjalanan pulang.
“Saya takut, saya betul-betul tersesat. Akankah kamu bisa membawaku kembali ke padang rumputku?” Tanya Pak Tikus, setelah berkenalan dengan Polly Merpati.
Dengan senang hati si Polly Merpati bersedia mengantar Pak Tikus.
“Burung Hantu, terima kasih sudah mengantarku sampai di sini,” ujar Pak Tikus pada Burung Hantu.
Kini giliran Polly Merpati yang mengantar Pak Tikus. Mereka terus berjalan untuk kembali ke padang rumput. Saat matahari bersinar di langit pagi, Pak Tikus mencium aroma yang sangat dikenalnya. Padang rumput! Itu berarti ia hamper tiba di rumahnya. Pak Tikus tidak tersesat lagi.
Pak Tikus berterima kasih kepada si Polly Merpati. Ia lalu berlari menuju ke sarangnya. Liang bawah tanahnya itu masih basah dan berlumpur. Pak Tikus Lalu membangun beberapa terowongan baru yang lebih tinggi di padang rumput. Dengan begitu, hujan tidak akan menghanyutkan lagi.
Setelah sarang barunya selesai, Pak Tikus duduk menyantap cacing-cacing persediaan makanannya. Setelah itu, Ia pun tertidur nyenyak sekali.