Miss Gatal-gatal

“TEEEET… teeeeet… teeeet….” bel tiga kali tanda istirahat berbunyi.
Semua siswa bergegas ke kantin. Tetapi Arinal tetap berada di dalam kelas. Ia selalu membawa bekal dari rumah.
Tidak lama kemudian sebagian besar dari mereka berdatangan. Ternyata mereka ke kantin untuk membeli makanan lalu dibawa ke kelas. Karena mereka akan mendiskusikan tugas dari Bu Indri. Bu Indri memberi tugas membawa tanaman dalam pot. Maklumlah sekolah mereka di pinggir jalan dan halamannya sempit. Sekolah menghendaki ada lahan penghijauan supaya udara menjadi sehat. Satu-satunya jalan dengan menanam tanaman di pot.
“Arinal, kamu sama siapa?” tanya Ira melihat teman-temannya sibuk berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing, tetapi Arinal sendirian. Sebetulnya Ira juga ingin berdiskusi, tetapi ketiga temannya yang satu kelompok tidak terlihat. Mungkin mereka masih di kantin.
Arinal cuma senyum-senyum sambil menikmati singkong goreng. Singkong goreng adalah salah satu jualan neneknya.
“Sama aku, Dewi, dan Agnes,” sahut Tyas yang duduk tidak jauh dari Arinal dan Ira.
“Tapi kami tidak mau satu kelompok dengan Miss Gatal-Gatal,” sambung Agnes.
“Miss Gatal-gatal?” tanya Ira heran. Arinal yang mendengar pembicaraan mereka langsung keluar kelas.
“Takut tertular,” jelas Dewi. Tentu saja Ira semakin heran.
“Kamu anak baru sih. Andai tahu, kamu pasti juga enggan berteman dengan Miss Gatal-gatal,” ungkap Dewi.
Semakin mendengar penjelasan mereka, Ira semakin bingung. Maklumlah, ia anak baru. Sebulan lalu ayahnya pindah tugas di kota ini. Maka ia juga harus pindah sekolah. Ira merasa kasihan, lalu menemui Arinal di luar. Ia berjanji akan meminta Bu Indri supaya dirinya satu kelompok dengan Arinal. Kemarin Bu Indri mengatakan jumlah anggota kelompok antara dua hingga empat anak. Beliau baik hati. Jika ada sesuatu hal, mereka boleh berpindah kelompok. Yang terpenting semua anak satu kelas harus memiliki kelompok.
Syukurlah, ketika Ira menceritakan tentang Arinal, Bu Indri mengizinkan.
“Ar, nanti kita satu kelompok. Aku sudah minta izin sama Bu Indri. Kelompokku juga tidak keberatan aku pindah dan bersamamu.”
Tentu saja Arinal senang mendengarnya. Ira anak baru dan baik hati. Kalau tidak bersamanya, Arinal sendirian.
Diam-diam Ira menyelidiki, mengapa teman satu kelas menjulukinya Miss Gatal-Gatal. Padahal Arinal anak yang baik. Selalu mengerjakan tugas sekolah. Setiap ulangan mendapatkan nilai di atas KKM. Ia tidak mencontek. Ternyata setelah diselidiki karena rambut Arinal banyak kutu. Tanpa disadari Arinal memang suka garuk-garuk kepala. Tapi Ira tidak menyangka kalau temannya itu banyak kutu. Maka ia dijuluki Miss Gatal-Gatal.
***
“Obat kutu rambut apa sih, Ma?” tanya Ira suatu saat.
“Memang kamu kutuan?” mama terheran balik bertanya.
“Tidak, Ma, ditanggung anak Mama bebas dari kutu rambut,” jelas Ira. Kemudian Ira bercerita tentang Arinal yang dijauhi teman-temannya karena banyak kutu. Padahal nenek sudah membelikan obat kutu rambut. Untuk itulah ia ingin menolong.
“Coba diberi kapur semut kemudian digosok-gosokkan pada kulit kepala. Anak teman Mama pernah kutuan. Mama beri resep itu, semua kutu hilang,” jelas mama. Ira manggut-manggut.
***
Sore ini Ira akan menemui Arinal. Mereka sudah berjanji bertemu untuk mengambil tanaman dari halaman rumah Arinal. Kemudian tanaman itu dipindah di pot. Halaman rumah Arinal banyak macam tanaman. Tapi sayang, tidak terurus. Maklumlah karena di rumah, Arinal hanya berdua dengan nenek. Kedua orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, nenek berjualan makanan gorengan dari pagi hingga sore.
“Kamu sudah mencoba obat dengan kapur semut?” tanya Ira. Mereka akan mengambil pot yang sudah disimpan di belakang rumah Arinal.
“Paling kutunya masih, Ir,” jawab Arinal putus asa.
“Jangan putus asa, Ar, kamu harus coba. Ini kebetulan Mamaku sudah membelikan,” ungkap Ira sambil menyodorkan kardus kecil panjang berisi kapur semut dari saku bajunya.
“Mamamu baik sekali. Aku berutang budi padanya.”
“Ah, tidak berutang budi. Mamaku ikhlas membelikan ini. Kita memang harus tolong-menolong. Terimalah!”
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2BKoran%2BLampung%2BPost%2Bedisi%2BMinggu%2B28%2BJanuari%2B2018%2Bkarya%2BSugeng%2BRiyadi
Arinal pun mengucap terima kasih yang tak terhingga saat menerima kapur semut itu. Tidak lupa Ira menjelaskan cara menggunakan kapur semut itu.
Mereka segera mengerjakan tugas. Mereka memilih tanaman bunga sepatu. Lalu keduanya memindahkan tanaman bunga sepatu dari halaman ke dalam pot yang sudah diberi tanah terlebih dahulu. Setelah selesai Ira segera pulang dengan mengendarai sepeda. Hari hampir petang. Arinal bersedia membawa ke sekolah besok karena jarak rumahnya ke sekolah lebih dekat dibanding Ira.
Semenjak memakai kapur semut, kepala Arinal tidak lagi terasa gatal. Akibatnya ia tidak garuk-garuk kepala. Teman-temannya pun senang bergaul dengannya. Mereka berterima kasih kepada Ira. Mereka juga meminta maaf kepada Arinal yang tidak mau memberikan saran tapi malah mengejek.
Kini kelas mereka tidak ada lagi panggilan Miss Gatal-Gatal.
Rujukan:  
[1] Disalin dari karya Iskadarwati
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Lampung Post” edisi Minggu 28 Januari 2018

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ