VAISAL sangat senang saat ayah mengajaknya berlibur ke Pulau Dewata, Bali. Vaisal dan ayah akan mengunjungi paman Vaisal yang tinggal di kota Denpasar. Vaisal senang karena bisa bertemu dengan sepupunya, Sigit. Hampir tiga tahun Vaisal tidak bertemu dengan sepupunya itu.
Vaisal sudah merencanakan ingin meminta Sigit untuk mengantarnya berkeliling ke seantero Pulau Bali.
Nah, pada hari pertama liburan di Bali, Vaisal diajak Sigit jalan-jalan ke salah satu pura di Kota Denpasar. Di sana, Vaisal melihat sekumpulan orang sedang melakukan suatu kegiatan di dalam area pura.
“Sigit, mereka sedang apa?” tanya Vaisal.
“Mereka sedang melakukan sembahyang di pura, Vaisal. Di Bali, orang-orang melakukan sembahyang di pura bagi yang beragama Hindu. Seperti kita sebagai orang Islam beribadah ke masjid,” jelas Sigit.
Vaisal pun manggut-manggut.
“Di Bali ini semuanya beragama Hindu, ya, Sigit?” tanya Vaisal lagi.
“Mayoritas atau sebagian besar memang iya, Vaisal. Tapi di sini ada juga warga yang bukan beragama Hindu. Seperti aku, beragama Islam dan ada juga teman-temanku yang beragama Nasrani di sini, juga agama lainnya.”
“Oh, begitu, ya.”
“Iya, di sini kita semua saling menghormati agama yang dianut oleh masing-masing warga. Misalnya saat kita orang Islam berpuasa di bulan Ramadhan, para warga di sini turut menghormati. Begitu juga saat warga beragama Hindu atau Nasrani sedang beribadah puasa sesuai ajaran agamanya, kita sebagai warga Muslim juga menghormatinya,” jelas Sigit lagi.
“Bagus sekali. Semua warga bisa hidup rukun dan damai,” kagum Vaisal.
Vaisal dan Sigit lalu melanjutkan perjalanan. Dan sampailah mereka ke suatu tempat yang sedang melangsungkan suatu upacara adat Bali.
“Itu ada kegiatan apa, Sigit?” tanya Vaisal.
“Itu upacara Ngaben, Vaisal,” ujar Sigit.
“Kamu tahu tidak, upacara Ngaben itu seperti apa?” Sigit berkata lagi.
Vaisal hanya menggeleng.
“Upacara Ngaben adalah upacara yang dilakukan masyarakat Bali beragama Hindu saat ada warganya yang meninggal dunia. Upacara ini adalah penyucian roh dengan cara membakar menggunakan api. Menurut kepercayaan mereka, pembakaran dengan api agar roh kembali pada Sang Pencipta. Karena api dipercaya adalah penjelmaan dari Dewa Brahma,” jelas Sigit panjang lebar.
“Wah, ternyata kamu tahu semua, ya, Sigit,” ujar Vaisal kagum.
“Biarpun kita berbeda agama, tapi setidaknya kita sekadar tahu adat upacara keagamaan yang lain. Tujuannya agar kita bisa saling menghormati antar-umat beragama dan suku yang berbeda,” jelas Sigit kemudian.
Vaisal menggangguk dan memandang kagum pada sepupunya itu. Sekarang Vaisal mendapatkan ilmu baru dari liburannya kali ini tentang sikap beragama yang baik.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Alby Syafie
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kompas” rubrik Nusantara Bertutur edisi Minggu, 14 Januari 2018