Urbanoir.Net – Ketika sore sepulang kerja seorang suami melihat isteri yang tertidur pulas karena kecapekan bekerja seharian di rumah.
Sang suami mencium kening isterinya dan bertanya, ‘Bunda, udah shalat Ashar belum?’ Isterinya terbangun dengan hati berbunga-bunga menjawab pertanyaan suami, ‘sudah yah.’ Isterinya beranjak dari tempat tidur mengambil piring yang tertutup, sore itu isterinya memasak kesukaan sang suami.
‘Lihat nih, aku memasak khusus kesukaan ayah.’ Piring itu dibukanya, ada sepotong kepala ayam yang terhidang untuk dirinya.
Sang suami memakannya dengan lahap dan menghabiskan.
Isterinya bertanya, ‘Ayah, kenapa suka makan kepala ayam padahal aku sama anak-anak paling tidak suka ama kepala ayam.’
Suaminya menjawab, ‘Itulah sebabnya karena kalian tidak suka maka ayah suka makan kepala ayam supaya isteriku dan anak-anakku mendapatkan bagian yang terenak.’
Mendengar jawaban sang suami, terlihat butir-butir mutiara mulai menuruni pipinya.
Jawaban itu menyentak kesadarannya yang paling dalam. Tidak pernah dipikirkan olehnya ternyata sepotong kepala ayam begitu indahnya sebagai wujud kasih sayang yang tulus kecintaan suami terhadap dirinya dan anak-anak.
‘Makasih ya ayah atas cinta dan kasih sayangmu.’ ucap sang isteri. Suaminya menjawab dengan senyuman, pertanda kebahagiaan hadir didalam dirinya.
Kita seringkali mengabaikan sesuatu yang kecil yang dilakukan oleh sosok ayah kita, namun memiliki makna yang begitu besar, di dalamnya terdapat kasih sayang, cinta, pengorbanan dan tanggungjawab.
Semoga cerita diatas kita bisa mengambil hikmah dengan mencintai setulus hati ayah kita yang telah berkorban untuk anak dan isterinya.
Jangan Remehkan Kebaikan Sekecil Apapun – Seseorang akan meremehkan sesuatu apabila dia tidak mengetahui atau tidak menyadari besarnya manfaat dari sesuatu tersebut. Semakin dia buta manfaatnya, semakin pula dia mengabaikannya.
Sebaliknya semakin tahu dia faidahnya, semakin besar perhatiaannya padanya.
Lihatlah contoh anak kecil yang baru belajar berjalan merangkak dan belum tahu manfaat uang.
Jika dihadapannya disodorkan uang seratus ribu dan sebotol susu, dia akan lebih bersemangat menjulurkan tangannya untuk meraih susu.
Sebab dia melihat manfaat yang tidak remeh dan tidak kecil pada susu itu.
[artikel number=5 tag=”Motivasi” ]
Untuk menghilangkan hausnya dan untuk merasakan kelezatannya di lidah.
Sedang uang? Apalah manfaatnya dalam pandangannya. Sangat kecil. Bahkan kalau disodorkan uang yang banyak, satu juta rupiah misalnya, dia akan meremehkan, menepisnya dan masih merengek memilih susu.
Jawabannya masih sesederhana tadi, sebab dia tidak faham nilai manfaat uang.
Kalau saja dia tahu, bahwa dengan uang itu dia bisa membeli puluhan botol susu, akan lain ceritanya.
Maka memahami arti dari sesuatu itu penting.
Agar jiwa kita jangan gampang meremehkannya.
[adsenseintext]
Nah, berangkat dari sinilah rupanya ada perlunya bagi kita untuk membahas manfaat besar dari amalan kecil.
Agar jangan remehkan kebaikan sekecil apapun. Agar kita “terhipnotis” oleh tekat menggebu-gebu untuk mengamalkannya.
Agar berharga waktu dan usia kita, karena padat oleh kegiatan kebaikan.
Jangan Remehkan Kebaikan Sekecil Apapun Sebab Manusia Tidak Tahu Mana Kebaikannya Yang Diterima
Target suatu amalan, tentu adalah sampainya pada tujuan yaitu berupa anugerah pahala dan rahmat Allah.
Jika suatu amalan hanya berakhir pada manfaat dunia semata, entah berupa pujian, ketinggian nama dan kedudukan, tentu rugi dan bahkan sia-sia.
Karena manfaat terbesar amalan hanya akan bisa kita nikmati di akhirat kelak.
Dan dari sekian banyak amalan yang kita lakukan, ternyata tidak ada satupun yang kita ketahui bagaimana nasibnya. Apakah berakhir bahagia karena berbalas pahala atau berakhir tragis karena habis seperti debu yang berterbangan.
Kita tidak tahu. Tidak ada manusia yang mampu menerawang dengan pasti.
Ini adalah rahasia Allah semata. Manusia hanya sanggup berupaya dengan segenap dayanya.
Maka bisa jadi amalan kecil yang kita lakukan itu yang ikhlas sehingga diterima.
Atau bisa juga sebaliknya, amal besar itu yang murni karena Allah. Dua keadaan itu sangat mungkin terjadi.
Hanya saja apabila ditimbang secara adil di antara keduanya, amal kecil itulah yang lebih mudah untuk sampai pada keikhlasan sehingga berbuahkan pahala. Sedang amal besar, lebih berat untuk sampainya pada ikhlas.
Lebih butuh perjuangan yang besar melawan godaan-godaan perusak keikhlasan.
Hal demikian itu terjadi sebab pada setiap amal yang kita lakukan akan ada andil dan turut campur setan yang berusaha merusaknya.
[adsenseintext]
Bukankah setan telah berikrar untuk menyesatkan manusia seluruhnya. Sebagaimana dia pancangkan tekatnya itu ketika iri melihat kehidupan anak cucu Adam.
“(Iblis) berkata, “Demi kekuasaan-Mu aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya” (QS. Shaad: 82)
Dengan keturutsertaan setan ini, bisa kita tarik sebuah logika bahwa tentunya dia akan mengincar amal besar untuk dirusak.
Karena amal besar berpotensi mendapat limpahan gunungan pahala.
Setan tidak mau menerima keadaan ini. Maka setan akan mengupayakan agar amalnya tidak ikhlas.
Sehingga pahala yang seharusnya berlimpah jadi berhamburan tak karuan. Dan memang demikianlah adanya.
Semakin besar suatu amalan, semakin besar peluang pahala yang didapat, tapi juga semakin besar potensi rusaknya amal.
Masih bingung dengan penjelasan di atas? Jika sudah faham Alhamdulillah.
Namun jika masih samar, mari kita lihat dengan contoh sederhana.
Jika seseorang berinfak dengan nilai yang tidak kecil, dua juta atau bahkan lima juta rupiah untuk pembangunan masjid misalnya, berarti dia memiliki peluang untuk mendapat pahala yang besar.
Sebab balasan dan pengahargaan Allah terhadap infak tidak main-main. Dia bisa mendapat tujuh ratus kali lipat dari nilai harta yang diinfakkan, dengan balasan bisa di dunia, bisa di akhirat, dan bisa pada keduanya. Tetapi di balik peluang dasyat itu, juga ternganga peluang rusaknya pahala.
Sebab setan tidak akan tinggal diam melihat manusia “kejatuhan” anugerah pahala berlimpah. Dia akan menggoda dan merusak dengan memanfaatkan sifat buruk manusia yang suka pamer dan dan suka pujian. Dia akan menjadikan manusia merasa tidak rela melepas harta banyak tanpa diketahui orang lain.
Demikianlah adanya, manusia tidak mudah untuk ikhlas menaruh uang lima juta rupiah di kotak infak, tanpa tercantum nama dan tanpa seorangpun yang tahu. Inginnya ditulis namanya dalam daftar pemberi infak untuk pembangunan masjid. Bahkan terkadang muncul kecenderungan ingin namanya disebut dalam pengumuman lewat speaker hingga seisi kampung tahu. Penjelasan ini bukan berarti sebagai penghakiman bahwa setiap amalan infak yang dicatat namanya dalam daftar pembukuan sebagai infak yang tidak ikhlas. Bukan pasti begitu. Hanya saja harus ekstra hati-hati, sebab peluang gagalnya amal itu sangat besar.
Tapi coba sebaliknya jika amalan infaknya kecil dan terkesan diremehkan. Hanya seribu rupiah atau bahkan mungkin cuma lima ratus rupiah. Anteng saja tangan memasukkan uang kecil itu di kotak infak. Tak berharap ada orang yang tahu dan memujinya. Bahkan juga tidak menggerakkan keinginannya untuk dicatatkannya namanya sebagai orang yang telah menyumbang. Karena seribu rupiah atau lima ratus rupiah dianggap sebagai uang yang remeh. Memang kecil infaknya, lebih sedikit pahalanya, tapi bisa jadi justru amal inilah yang mendatangkan keikhlasan. Menumbuhkan rahmat Allah. Bukan berarti di sini kita mengajak amalan infak kecil saja yang penting ikhlas. Seperti pernyataan: lebih baik beramal kecil tapi ikhlas dari pada banyak tapi riya’. Bukan begitu. Tetap yang terbaik adalah mengupayakan amal banyak dan ikhlas. Tapi di sini kita ingin menunjukkan jangan remehkan kebaikan sekecil apapun.