Bolu Kukus Aina

AINA itu, selain cantik dan baik, dia begitu pandai memasak. Tiap hari dari Senin sampai Sabtu ketika istirahat, Aina berjualan bolu kukus warna-warni yang begitu lezat.
“Wow! Kamu itu benar-benar pandai memasak ya,” puji Brian dengan mulut penuh bolu.
“Terima kasih Brian. Eits, tapi kalau sedang makan jangan sambil berbicara dong hehehe,” kata Aina mengingatkan.
Lina yang di samping Aina menambahi, “Iya tuh, awas tersedak.”
Brian menggaruk-garuk kepala, “Iya, iya hehe…”
Di kelas VIb ini ibu guru memang memperbolehkan siswanya berjualan. Dengan harapan, para siswa mau menghargai uang yang ternyata begitu sulit didapat. Ibu guru begitu berharap supaya anak didiknya tidak boros.
Aina sudah dua bulan ini berjualan. Ia senang karena bolu buatannya selalu habis terjual. Padahal teman sekelasnya mulai bosan dan mengeluh dagangannya habis karena dimakan sendiri.
Winda sang ketua kelas yang menyadari Aina selalu dipuja-puji teman sekelas dan juga para guru berubah iri. Ia sebal, karena menurutnya Aina sedang cari perhatian supaya dikenal satu sekolahan.
Suatu hari, Sultan dari kelas IV yang sedang berulang tahun, memborong semua bolu kukus buatan Aina dan membagikannya ke seluruh anak-anak kelasnya.
“Bolunya begitu enak kak. Warna-warni!”
Aina begitu bahagia. Ia tetap berjualan bolu seperti ini karena ibu sedang sibuk mengurusi adik bayinya yang baru lahir. Ia pun berniat mandiri supaya tidak minta uang saku terus kepada ibu.
Tiba-tiba dari lantai bawah di mana kelas IV itu berada jadi bising. Sultan yang barusan memborong bolu kukus milik Aina muntah-muntah.
Sontak seluruh anggota kelas VI kompak membicarakan Aina.
“Ini pasti karena Sultan makan bolunya Aina.”
“Wah, jadi ternyata selama ini Aina memberi pewarna yang ada racunnya pada bolunya supaya laku ya?”
Winda yang mendapati teman-temannya membicarakan Aina, tersenyum sinis.
“Kata berita di televisi, pewarna makanan itu tidak sehat. Sekarang coba kalian lihat, bukankah bolu kukus Aina selalu berwarna-warni?” katanya di hadapan teman sekelasnya.
Aina yang menyadari teman-temannya berbicara mengenai bolunya, bersedih. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Saat sampai rumah pun, ia berpikir keras. “Apa aku salah memberi adonan?”
***
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2B %2BSuara%2BMerdeka%2B9%2BApril%2B2017
Sudah tiga hari Sultan absen. Kata saudaranya, Sultan harus rawat inap di rumah sakit. Aina makin ketakutan. Selama itu juga ia tak membawa bolu kukus lagi. Ia khawatir akan mencelakakan orang lain lagi.
Berhari-hari Aina terus murung. Teman sekelasnya terus membicarakannya tanpa henti.
Ibu guru yang tahu setelah mendapatkan cerita dari Winda, bingung sendiri. Ia begitu yakin kalau Aina tidak mungkin memberi racun seperti yang diceritakan anak-anak didiknya. Tapi ia setuju satu hal, pewarna makanan tidaklah sehat.
Hari berikutnya, ibu guru bersikap seperti biasa. Ia tak lagi terpengaruh dengan omongan murid-muridnya.
“Jadi begini anak-anak, setelah ibu menjenguk Sultan, ternyata Sultan tidak keracunan bolu kukus Aina. Menurut tes laboratorium Sultan muntah-muntah karena ia makan jajan sembarangan di luar sekolah. Lagi pula, Sultan tidak makan sama sekali bolu kukus yang dibeli dari Aina. Semua bolu kukus Aina jadi rebutan teman-teman Sultan. Setelah diteliti juga, bolu Aina kandungan gizinya banyak lho!” jelas ibu guru panjang lebar.
“Banyak gizi bagaimana bu?” protes Winda kemudian, “Jelas kan Aina memakai pewarna makanan?”
Ibu guru tersenyum menanggapinya.
“Daripada kalian ribut, mending besok kita lihat bagaimana caranya Aina memasak bolunya. Kamu setuju Aina?”
Aina mengangguk. Ia kembali yakin, kalau dirinya sama sekali tak memakai pewarna buatan seperti yang digunjingkan Winda dan lain-lainnya. Sejak dari rumah, Aina kembali ceria. Dengan bawaan yang banyak, ia siap memberitahu ramuan ajaib bolu kukusnya yang lezat.
“Jadi teman-teman, bolu kukusku itu bolu kukus alami!” serunya bersemangat.
Teman-teman sekelasnya hanya terdiam. Mereka menyadari kalau warna merah pada bolu Aina terbuat dari buah naga, warna kuningnya campuran kunyit-nanas, warna birunya dari buah beri, warna ungunya dari anggur, dan warna hijaunya dari buah kiwi.
“O pantas, aku selalu merasakan buah kiwi di bolu hijau Aina,” teriak Brian.
“Jadi selain bagus dan juga lezat, bolu kukus Aina itu sangat sehat!” aku Lina menambahi.
“Wah ternyata bolu milik Aina memang menggunakan resep ajaib yang menyehatkan ya. Kalau dilombakan pasti kau menang!” ucap teman sekelasnya kompak. Aina pun akhirnya kembali ceria. Bolu-bolu miliknya digemari lagi oleh teman-teman sekelasnya.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Tasaqofatul
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Suara Merdeka” 9 April 2017

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ